Minggu, 24 April 2016

Reklamasi Teluk Jakarta



Reklamasi pantai utara Jakarta terancam setop. Ancaman terhadap kelanjutan rencana yang sudah digagas 21 tahun lalu itu menguat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap basah Ketua Komisi Pembangunan DPRD DKI Jakarta, M Sanusi menerima rasuah pada akhir Maret lalu. Dua orang dari pengembang Agung Podomoro juga ditetapkan jadi tersangka. Komisi juga mencegah dua orang dari swasta bepergian.

Proyek reklamasi pun teraduk dengan berbagai kasus hukum. Bagaimana sebenarnya seluk-beluk reklamasi itu? Berikut ringkasan ihwal reklamasi di pantai utara Jakarta ini.

Apa itu reklamasi?
Reklamasi adalah pengurukan kawasan air dengan tanah hingga menjadi daratan yang bisa digunakan sebagai lahan untuk berbagai keperluan, seperti kompleks perumahan, perkantoran, atau tempat wisata.

Negara mana yang pernah melakukan reklamasi pantai?
Dubai adalah salah satu negara yang sukses dengan reklamasi. Mereka membangun Palm Island dan World Island dengan menguruk lahan di pantai. Jepang juga berhasil membangun bandara Haneda di atas lahan reklamasi. Dua landasan pesawat di bandara Tokyo ini adalah hasil reklamasi pada 2000.

Singapura juga berhasil menambah luas lahannya dengan reklamasi. Bahkan mereka akan kembali mereklamasi pantai timur negara pulau itu. Reklamasi seluas 1.500 hektare ini disebut sebagai reklamasi terbesar dalam sejarah Singapura. Rencananya, lahan itu akan digunakan sebagai tempat tinggal buat 200 ribu penduduk.

Apa bahaya reklamasi?
Ada harga yang harus dibayar dengan reklamasi. Di Indonesia, setidaknya ada empat wilayah yang mau direklamasi. Pantai Losari di Makassar, Teluk Benoa di Bali, Teluk Talisse di Palu dan Pantai Utara di Jakarta.

Reklamasi berpotensi merusak ekosistem laut dan memicu abrasi. Manajer Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Indonesia Mukri Priyatna mengatakan wilayah ekosistem di Teluk Jakarta akan hancur bila proyek reklamasi tetap dilanjutkan.

Reklamasi juga bisa memperburuk pencemaran lingkungan. Reklamasi juga membuat pulau lain tenggelam karena lebih rendah. Infrastruktur yang sudah tertanam di kawasan yang akan direklamasi pun bisa terganggu.

PLN mengingatkan bahaya reklamasi di pantai utara Jakarta bisa mengganggu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang, PLTU Priok dan PLTGU Muara Tawar yang ketiganya menjadi pemasok utama listrik di Jakarta dan sekitarnya.

Bagaimana sejarah reklamasi di Jakarta?
Reklamasi di bagian utara Jakarta sudah mulai pada 1980-an. PT Harapan Indah mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter dengan penimbunan. Daerah baru yang terbentuk digunakan untuk permukiman mewah Pantai Mutiara.

Dalam catatan Kompas, PT Pembangunan Jaya melakukan reklamasi kawasan Ancol sisi utara untuk kawasan industri dan rekreasi pada 1981.

Hutan bakau Kapuk yang direklamasi sepuluh tahun kemudian untuk pemukiman mewah yang kini disebut Pantai Indah Kapuk. Jakarta mereklamasi buat kepentingan industri yakni Kawasan Berikat Marunda pada 1995.

Gubernur DKI Jakarta waktu itu Wiyogo Atmodarminto menyatakan, reklamasi ke utara Jakarta dipilih karena perluasan ke arah selatan sudah tidak memungkinkan lagi.

Pada 1995, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan yang menjadi dasar reklamasi, Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Dua tahun kemudian, Bappenas menggeluarkan Keputusan Ketua Bappenas No. KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.

Tahun 2010, terbentuk Persetujuan KLHS Teluk Jakarta oleh Kementerian LH dan disepakati oleh tiga Provinsi, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Pada 2003, Kementerian Lingkungan Hidup memutuskan proyek reklamasi ini tak layak.

Pada 2011, para pengembang di calon lahan reklamasi memenangkan gugatan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Sejak 2012, proyek ini berjalan lancar.

Untuk apa reklamasi Jakarta ini?
Ada 17 pulau yang akan dibangun, mulai dari pulau A hingga Q. Tiga kawasan akan membagi pulau ini Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah untuk perdagangan jasa dan komersial. Sedang kawasan timur untuk distribusi barang, pelabuhan, dan pergudangan.

Menurut data Badan Perencana Pembangunan Daerah DKI Jakarta yang dilansir Kompas.com, ada 9 perusahan pengembang properti mendapat bagian pembangunan di lahan reklamasi.
1. PT Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda
2. PT Pelindo II
3. PT Manggala Krida Yudha
4. PT Pembangunan Jaya Ancol
5. PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu)
6. PT Jaladri Eka Pasti
7. PT Taman Harapan Indah
8. PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro)
9. PT Jakarta Propertindo.
Proyek reklamasi ini dinilai membahayakan dan merugikan oleh pegiat lingkungan.

Kalau membahayakan, kenapa tak digugat secara hukum?
Proyek reklamasi sudah keluar masuk meja hijau. Pada 2003, Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim menerbitkan keputusan Keputusan Menteri No. 14/2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara oleh Badan Pelaksana Pantai Utara Jakarta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Isinya menentang keputusan reklamasi.

Keputusan Nabiel ditentang sejumlah pengusaha yang mendapat hak bagian dalam reklamasi. Mereka mengugat ke PTUN dan PT TUN Jakarta. Hasilnya, mereka menang. Tapi Menteri Lingkungan Hidup tetap melawan.

Pada Pada 28 Juli 2008, lewat sidang kasasi, MA memenangkan Kementerian. Tapi para pengusaha itu mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Hasilnya, pada 24 Maret 2011, majelis hakim PK yang diketuai Ahmad Sukardja, memenangkan para pengusaha.

Proyek ini kembali berjalan saat Jakarta dipimpin Gubernur Fauzi Bowo. Pada 2012, Gubernur Fauzi Bowo mengeluarkan Pergub No. 121/2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta

Kenapa Ahok tak menghentikan reklamasi?
Ahok menyatakan mau membatalkan reklamasi tapi tak bisa. Ia juga mau ambil alih tapi juga tak bisa. "Jadi saya mintai uang saja," kata dia di kawasan Cempaka Putih, Jakarta, Senin (4/4). Ahok menilai, wilayah pesisir di Jakarta sudah rusak. Satu-satunya cara memperbaikinya dengan reklamasi.

Siapa yang berwenang memutuskan reklamasi?
Dalam sidang Peninjauan Kembali, pertimbangan majelis hakim memenangkan para pengusaha adalah perubahan dan penghentian reklamasi harus dengan Keputusan Presiden. Bukan dengan Keputusan Menteri.

Pihak yang berwenang menghentikan dan meneruskan reklamasi adalah presiden. Karena, sejak awal proyek ini berbasis pada Keputusan Presiden. Gubernur, tak bisa membatalkan keputusan presiden.
Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, urusan reklamasi itu kewenangan pusat. Pramono mengatakan kewenangan tersebut antara lain sesuai dengan Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Selain itu, ada Perpres No. 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur serta Peraturan Presiden No. 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Catatan:
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki total pulau sebanyak 17.504 buah. 7.870 telah mempunya nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Menurut saya daripada mereklamasi teluk Jakarta akan lebih baik memanfaatkan pulau lain yang telah. Selain berguna untuk pemerataan penduduk, kawasan pulau yang lain pun bisa dimanfaatkan sebagai berbagai macam tujuan dari reklamasi tersebut. Indonesia masih banyak memiliki pulau, maka tidak perlu membuat pulau buatan lagi. Proyek seperti ini hanya akan menambah ajang korupsi para koruptor yang tidak bertanggung jawab.

Sumber:
Kompas.com
https://beritagar.id/artikel/berita/memahami-reklamasi-pantai-utara-jakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar