Reklamasi
pantai utara Jakarta terancam setop. Ancaman terhadap kelanjutan rencana yang
sudah digagas 21 tahun lalu itu menguat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menangkap basah Ketua Komisi Pembangunan DPRD DKI Jakarta, M Sanusi
menerima rasuah pada akhir Maret lalu. Dua orang dari pengembang Agung Podomoro
juga ditetapkan jadi tersangka. Komisi juga mencegah dua orang dari swasta
bepergian.
Proyek
reklamasi pun teraduk dengan berbagai kasus hukum. Bagaimana sebenarnya
seluk-beluk reklamasi itu? Berikut ringkasan ihwal reklamasi di pantai utara
Jakarta ini.
Apa
itu reklamasi?
Reklamasi
adalah pengurukan kawasan air dengan tanah hingga menjadi daratan yang bisa
digunakan sebagai lahan untuk berbagai keperluan, seperti kompleks perumahan,
perkantoran, atau tempat wisata.
Negara
mana yang pernah melakukan reklamasi pantai?
Dubai adalah salah satu negara yang sukses dengan reklamasi.
Mereka membangun Palm Island dan World Island dengan menguruk
lahan di pantai. Jepang juga berhasil membangun bandara Haneda di atas lahan
reklamasi. Dua landasan
pesawat di bandara Tokyo ini adalah hasil reklamasi pada 2000.
Singapura
juga berhasil menambah luas lahannya dengan reklamasi. Bahkan mereka akan
kembali mereklamasi pantai timur negara pulau itu. Reklamasi seluas 1.500
hektare ini disebut sebagai reklamasi terbesar dalam sejarah Singapura. Rencananya, lahan
itu akan digunakan sebagai tempat tinggal buat 200 ribu penduduk.
Apa
bahaya reklamasi?
Ada
harga yang harus dibayar dengan reklamasi. Di Indonesia, setidaknya ada empat
wilayah yang mau direklamasi. Pantai Losari di Makassar, Teluk Benoa di Bali,
Teluk Talisse di Palu dan Pantai Utara di Jakarta.
Reklamasi
berpotensi merusak ekosistem laut dan memicu abrasi. Manajer Penanganan Bencana
Wahana Lingkungan Indonesia Mukri Priyatna mengatakan wilayah ekosistem di Teluk Jakarta
akan hancur bila proyek reklamasi tetap dilanjutkan.
Reklamasi
juga bisa memperburuk pencemaran lingkungan. Reklamasi juga membuat pulau lain
tenggelam karena lebih rendah. Infrastruktur yang sudah tertanam di kawasan
yang akan direklamasi pun bisa terganggu.
PLN
mengingatkan bahaya reklamasi di pantai utara Jakarta bisa mengganggu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara
Karang, PLTU Priok dan PLTGU Muara Tawar yang ketiganya menjadi pemasok utama
listrik di Jakarta dan sekitarnya.
Bagaimana
sejarah reklamasi di Jakarta?
Reklamasi
di bagian utara Jakarta sudah mulai pada 1980-an. PT Harapan Indah mereklamasi
kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter dengan penimbunan. Daerah baru yang
terbentuk digunakan untuk permukiman mewah Pantai Mutiara.
Dalam
catatan Kompas, PT Pembangunan Jaya melakukan
reklamasi kawasan Ancol sisi utara untuk kawasan industri dan rekreasi pada
1981.
Hutan
bakau Kapuk yang direklamasi sepuluh tahun kemudian untuk pemukiman mewah yang
kini disebut Pantai Indah Kapuk. Jakarta mereklamasi buat kepentingan industri
yakni Kawasan Berikat Marunda pada 1995.
Gubernur
DKI Jakarta waktu itu Wiyogo Atmodarminto menyatakan, reklamasi ke utara
Jakarta dipilih karena perluasan ke arah selatan sudah tidak memungkinkan lagi.
Pada
1995, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan yang menjadi dasar reklamasi,
Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Dua
tahun kemudian, Bappenas menggeluarkan Keputusan Ketua Bappenas No.
KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara
Jakarta.
Tahun
2010, terbentuk Persetujuan KLHS Teluk Jakarta oleh Kementerian LH dan
disepakati oleh tiga Provinsi, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Pada 2003,
Kementerian Lingkungan Hidup memutuskan proyek reklamasi ini tak layak.
Pada
2011, para pengembang di calon lahan reklamasi memenangkan gugatan Peninjauan
Kembali di Mahkamah Agung. Sejak 2012, proyek ini berjalan lancar.
Untuk
apa reklamasi Jakarta ini?
Ada
17 pulau yang akan dibangun, mulai dari pulau A hingga Q. Tiga kawasan akan
membagi pulau ini Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah
untuk perdagangan jasa dan komersial. Sedang kawasan timur untuk distribusi
barang, pelabuhan, dan pergudangan.
Menurut
data Badan Perencana Pembangunan Daerah DKI Jakarta yang dilansir Kompas.com, ada 9 perusahan pengembang
properti mendapat bagian pembangunan di lahan reklamasi.
1.
PT Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda
2.
PT Pelindo II
3.
PT Manggala Krida Yudha
4.
PT Pembangunan Jaya Ancol
5.
PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu)
6.
PT Jaladri Eka Pasti
7.
PT Taman Harapan Indah
8.
PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro)
9.
PT Jakarta Propertindo.
Proyek
reklamasi ini dinilai membahayakan dan merugikan oleh pegiat lingkungan.
Kalau
membahayakan, kenapa tak digugat secara hukum?
Proyek
reklamasi sudah keluar masuk meja hijau. Pada 2003, Menteri Lingkungan Hidup
Nabiel Makarim menerbitkan keputusan Keputusan Menteri No. 14/2003 tentang
Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara oleh
Badan Pelaksana Pantai Utara Jakarta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Isinya menentang keputusan reklamasi.
Keputusan
Nabiel ditentang sejumlah pengusaha yang mendapat hak bagian dalam reklamasi.
Mereka mengugat ke PTUN dan PT TUN Jakarta. Hasilnya, mereka menang. Tapi
Menteri Lingkungan Hidup tetap melawan.
Pada
Pada 28 Juli 2008, lewat sidang kasasi, MA memenangkan Kementerian. Tapi para pengusaha itu mengajukan
Peninjauan Kembali (PK). Hasilnya, pada 24 Maret 2011, majelis hakim PK yang
diketuai Ahmad Sukardja, memenangkan para pengusaha.
Proyek
ini kembali berjalan saat Jakarta dipimpin Gubernur Fauzi Bowo. Pada 2012,
Gubernur Fauzi Bowo mengeluarkan Pergub No. 121/2012 tentang Penataan Ruang
Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta
Kenapa
Ahok tak menghentikan reklamasi?
Ahok
menyatakan mau membatalkan reklamasi tapi tak bisa. Ia juga mau ambil alih tapi
juga tak bisa. "Jadi saya mintai uang saja," kata dia di kawasan
Cempaka Putih, Jakarta, Senin (4/4). Ahok menilai, wilayah pesisir di Jakarta
sudah rusak. Satu-satunya cara memperbaikinya dengan reklamasi.
Siapa
yang berwenang memutuskan reklamasi?
Dalam
sidang Peninjauan Kembali, pertimbangan majelis hakim memenangkan para
pengusaha adalah perubahan dan penghentian reklamasi harus dengan Keputusan Presiden.
Bukan dengan Keputusan Menteri.
Pihak
yang berwenang menghentikan dan meneruskan reklamasi adalah presiden. Karena,
sejak awal proyek ini berbasis pada Keputusan Presiden. Gubernur, tak bisa
membatalkan keputusan presiden.
Menteri
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, urusan reklamasi itu kewenangan pusat. Pramono mengatakan
kewenangan tersebut antara lain sesuai dengan Keppres No. 52/1995 tentang
Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Selain
itu, ada Perpres No. 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur serta Peraturan Presiden No.
122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Catatan:
Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki total pulau sebanyak
17.504 buah. 7.870 telah mempunya nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama.
Menurut saya daripada mereklamasi teluk Jakarta akan lebih baik memanfaatkan
pulau lain yang telah. Selain berguna untuk pemerataan penduduk, kawasan pulau
yang lain pun bisa dimanfaatkan sebagai berbagai macam tujuan dari reklamasi
tersebut. Indonesia masih banyak memiliki pulau, maka tidak perlu membuat pulau
buatan lagi. Proyek seperti ini hanya akan menambah ajang korupsi para koruptor
yang tidak bertanggung jawab.
Sumber:
Kompas.com
https://beritagar.id/artikel/berita/memahami-reklamasi-pantai-utara-jakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia