Penderitaan Nabi Muhammad SAW Menjelang Ajalnya
A. Penderitaan
Penderitaan adalah sebuah
keniscayaan, yang menimpa setiap mahluk hidup. Dengan demikian penderitaan
menurut saya adalah sesautu yang harus diterima dan harus dinikmati sebagai
sebuah konsekuensi hidup. Kenikmatan, kebahagiaan tidak akan terasa tanpa
pernah kita mengalami sebuah penderitaan. Persoalannya adalah bagaimana cara
kita memandang dan memperlakukan penderitaan itu untuk kekuatan kita.
Tidak akan ada yang terbebas dari
penderitaan atau masalah selama menjalani kehidupan di dunia ini. Karena dunia
adalah tempat bertemunya kesenangan dan penderitaan. Semua orang akan mengalami
penderitaan dalam hidupnya. Yang membedakan bagaimana cara menyikapinya.
Menjadikan penderitaan sebagai masalah yang menyakitkan atau penderitaan
sebagai obat yang menyembuhkan jiwa.
Hakekat penderitaan
- Dikhotomi, artinya penderitaan dan kebahagian memiliki hubungan yang saling berkesinambungan dari pengalaman hidup manusia, tidak ada penderitaan jika tidak ada kebahagian
- Universal, unik , spesifik artinya bahwa seluruh manusia yang ada di dunia pasti tahu (mengenal, mengerti arti penderitaan. Setiap orang pernah merasakan menderit, berat-ringannya dipersepsi secara individual.
- Kontradiktif, artinya penderitaan secara jasmani akan mendatangkan kebahagian secara rohani dan penderitaan duniawi akan mendatangkan kebahagian akhirati.
Siksaan dapat diartikan sebagai
siksaan jasmani dan rohani. Akibat siksaan yang dialami seseorang, timbullah
penderitaan. Siksaan digunakan untuk
merujuk pada penciptaan rasa sakit untuk menghancurkan kekerasan hati korban. Segala
tindakan yang menyebabkan penderitaan, baik secara fisik maupun psikologis, yang
dengan sengaja dilakukkan terhadap seseorang dengan tujuan intimidasi, balas dendam, hukuman, sadisme, pemaksaan
informasi, atau mendapatkan pengakuan palsu untuk propaganda atau
tujuan politik dapat disebut sebagai penyiksaan.
Nabi Muhammad SAW merupakan nabi besar agama islam dan nabi yang terakhir.
Ditegaskan dalam agama Islam bahwa tidak akan ada lagi nabi setelah Nabi
Muhammad. Beliaulah yang menyempurnakan agama Islam, seperti yang tertera pada
firman Allah:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (Al-Maaidah: 3)
Islam telah sempurna. Tetapi,
dalam mengemban tugasnya, beliau mengalami banyak sekali halangan. Beliau
diasingkan, dicaci-maki, diincar untuk dibunuh, dan rintangan yang lainnya.
Usai menyelesaikan tugas nya dalam menyebarkan agama Islam, beliau merasa
waktunya didunia ini hanya tinggal sebentar.
Dikisahkan saat itu beliau sedang
sakit keras. Banyak tabib-tabib berusaha untuk menyembuhkan tetapi kondisi
beliau tak kunjung membaik. Rasul sempat memberikan khutbah singkat yang berisi
: “Wahai umatku, kita semua ada dalam
kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya
kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa
yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku".
Khutbah singkat
itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu
persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik
turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali
menundukan kepalanya dalam-dalam. “Rasulullah
akan meninggalkan kita semua,” itulah yang dipikirkan sahabat saat itu.
Diceritakan kembali saat beliau
sedang istirahat dirumahnya ditemani oleh anaknya, Fatimah. Seseorang datang
mengucapkan salam untuk meminta izin masuk kerumah. Tapi Fatimah tidak
mengijinkannya masuk, “Maafkanlah,
ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup
pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata
dan bertanya kepada Fatimah.
Rasul pun menjelaskan: “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah
Malaikat Maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan tangisnya.
Detik-detik
semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik.
Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini,” ujar
Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?”
tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata
Jibril.
Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan kepada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin,
kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu”
Di luar pintu, tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan
diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang
mulai kebiruan.
Itulah penderitaan Rasulullah saat
menjelang sakaratul mautnya. Beliau merasakan sakit dan siksaan yang luar
biasa, tetapi beliau lebih memilih menimpakan rasa sakitnya itu kepada dirinya
dan tidak kepada umatnya. Nabi Muhammad yang merupakan kekasih Allah tersebut
bahkan merasakan sakit yang luar biasa saat sakaratul mautnya, bagaimana dengan
kita. Sikap dan perilaku kita tidaklah lebih baik dari beliau dan bahkan lebih
buruk. Penderitaan dan siksaan apa yang akan kita rasakan saat menghadapi sakaratul
maut nanti? Wallahualam.
Sumber :
- http://artikel.sabda.org/penderitaan
- http://filsafat.kompasiana.com/2014/02/27/penderitaan--635082.html
- Ensiklopedi Islam untuk Anak